Jumat, 31 Desember 2010

Judul : Desert Children
Penulis : Waris Dirie dan Corinna Milborn
Penerbit: esensi
Cetak : 2008
Tebal : 295 Halaman
Nawal el-Sadawi pernah menuliskan pemberontakan perempuan melalui novel-novel yang sangat mengejutkan di negerinya. Karena sistem negara yang memang menyingkirkan keberadaan perempuan. Lalu perlakukan terhadap perempuan juga ditulisnya amat menarik. Sebagai seorang dokter, Nawal el-Sadawi sangat tempat menulis soal khitan perempuan.
Pemberontakan dan gerakan itulah yang dilanjutkan Waris Dirie. Seorang model kelas dunia dan Duta Besar Istimewa PBB yang memiliki jiwa pemberani. Lahir dari suku gurun di Somalia, Waris menyentak dunia ala Nawal el-Sadawi. Ia menulis bersama Corinna Milborn, seorang jurnalis.
Keduanya mengangkat tema Mutual Genital Perempuan (MGP) di Eropa, Afrika dan dunia. Beragam kasus yang mereka temukan sungguh mencengangkan. Banyak perempuan yang merasakan rasa pahit terhadap perlakuan MGP. Berbagai kasus ditemukan. Trauma tidak terelakkan dari perlakuan tersebut.

Inilah yang menjadi pilihan gerakan. Hal kecil yang sesungguhnya perlu perhatian besar. Hasilnya memang kelihatan, beberapa negara mulai membuat peraturan tertulis, tidak ada lagi MGP.
Namun demikian, persoalan belum selesai. Ada peran agama yang sangat besar dalam membudayakan MGP. Termasuk agama Islam. Padahal, perlakuan ini menghancurkan kenikmatan hidup perempuan. Tetapi Waris tampaknya tidak melihat dari sisi pandangan agama, yang menjelaskan tentang tindakan MGP dalam agama juga merupakan pertahanan dari perlakuan seks dan peningktan norma. Sisi ini tidak kelihatan sama sekali dalam novel. Karena memang perjuangan perempuan yang diusungnya sangat kenal dari sisi kebebasan dan peranan perempuan yang bangkit dari ketertindasan keluarga, negara dan agama.
Demikianlah akhirnya, jaringan Waris dalam pergerakan perempuan khususnya membebaskan dari perlakuan MGP berkembang. Seiring dengan perjuangan HAM, kebebasan perempuan akhirnya terus menemukan titik terang. Tiada henti, setiap kasus baru muncul dan penelitian selalu dilakuka. Pengakuan-pengakuan menarik dari korban, sepertinya memperkuat hati Waris untuk berjuang. Namun, perjuangan ini harus berhadapan dengan budaya agama yang masih ortodok memahami. Agaknya perlu titik temu yang harmonis hendaknya. Sebab, pandangan MGP secara mutakhir memang terasa sangat rasional demi keselamatan perempuan. [Abdullah Khusairi]